April 2003

Saya menyesal sudah menghilangkan tanpa sengaja, jurnal minggu ketiga Februari. Keusilan mengutak-atik folder, memindah-mindah lokasi file di pda Zaurus, telah mengantarkan ke musibah itu. Padahal itu kegiatan yang sama sekali tidak perlu. 

Baiklah, lupakan apa yang telah hilang. Toh, bagi saya catatan ini adalah saluran untuk keinginan menulis yang muncul dari saat ke saat. Tidak dimaksud sebagai sebuah monumen untuk disaksikan dan dikenang, meski membaca lagi catatan itu selalu memunculkan rasa senang. Ketika membaca ulang jurnal lama saya merasa melihat diri saya dalam tingkat yang lebih tinggi, sebuah diri yang lebih matang dibanding yang bisa saya akui dalam kesadaran sehari-hari.

Itulah barangkali yang mendorong orang untuk menulis, untuk melihat nilai lebih yang ada di dalam dirinya. Karena ketika menulis dia bersandar pada pikiran yang lebih tertata, urutan logika yang bisa diuji dan keindahan gagasan yang bisa dibagi bersama orang lain.

Perlahan-lahan saya meraih gambaran yang makin jelas tentang sosok fiksi. Teknik menulisnya sedikit demi sedikit mengendap dalam diri saya. Saya kini mengerti tentang konflik, karakter, setting, scene dan sequel. Saya masih terus mengendapkan semua pelajaran baru ini sambil berusaha menerapkannya dalam latihan menulis yang sebenarnya. Saya akui saya agak lambat dan masih takut-takut. Yang penting saya tidak menyerah dihantam badai ketidakyakinan diri yang terus menggoda saya untuk berhenti.


Perut yang terlalu kenyang ternyata bikin kepala berat, terlalu pekat untuk bisa berpikir jernih. Sedang ketika perut tak bermasalah pun saya mencari-cari alasan untuk membenarkan kemandegan saya. Saya sebenarnya ingin menggugat, kapan saya bisa mengakhiri ketidakdisiplinan saya. Kalau saya melihat cara saya melewatkan hari, ketika ada kesempatan, saya banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak berguna. Kaya membuat kepala saya jadi sakit dengan membaca email, membuka yahoogroups, mencari-cari informasi yang tidak saya butuhkan di internet. sama sekali sebuah kemubaziran. Saya tahu itu. Sejak lama saya sudah menggugat ini tapi saya tidak berubah. Bagaimana saya bisa berharap dapat melakukan sesuatu yang berarti jika begitu cara saya melewatkan waktu.

Alasan saya menulis, karena saya ingin membagi pandangan hidup saya pada orang lain, karena saya suka membaca novel, karena saya ingin mendapatkan kepuasan dengan menuliskan sebuah kehidupan, sebuah pengalaman dan kearifan yang mungkin didapat dari situ.

Perseverance, kata Tom Clancy. Itulah yang dibutuhkan untuk menulis buku. Bukan pekerjaan mudah. yah, saya hanya menghibur diri ketika mengatakan itu. Buat anak-anak FLP, menulis buku kelihatannya mudah sekali, a piece of cake. Tapi saya tak pernah berhasil melihat demikianlah kasusnya, apakah tuntutan kualitas saya terlalu tinggi, atau memang ide dan kemampuan saya tak menjangkau ke sana..

Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"