Jika begitu terbangun dari tidur engkau merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu, bersegeralah. Menangguhkannya hanya akan melemahkan semangat dan memadamkan nyala daya cipta. Tapi tidak jarang keadaan murni antara bangun dan tidur itu terbukti sebuah aspirasi yang amat jauh untuk dijangkau. Butuh sebuah kerja keras untuk meraihnya. Ada waktu dan tenaga yang mesti ditanamkan, atau sebutlah itu dikorbankan, karena jalannya tidak selalu mudah dan mulus. Kenapa saya selalu bernada negatif ketika berdiri di hadapan sebuah keniscayaan kerja keras? Apakah ini pertanda ketidaksiapan saya untuk menunaikannya? Barangkali saya mesti memaksa diri untuk melihat ini dengan lebih ringan. Bukan sebuah kerja, hanya sebuah jalan. Tak bisa mengelakkannya kalau ingin melangkah dari sini.
Ada seorang peserta milis madia yang setiap hari mengirimkan berbagai artikel tentang perang Irak dari sebuah situs alternatif. Di antara penulisnya adalah Robert Fisk yang tulisannya sering saya temukan di koran IHT sisipan Asahi Shimbun minggu. Dia wartawan perang yang berpengalaman dengan pandangan yang sangat kritis terhadap politik yang mengorbankan kemanusiaan. Dia dekat dengan sisi korban dalam sebuah pertikaian, misalnya di Palestina dan Bosnia. Tulisan-tulisan yang dikirim oleh Pak Hudoyo ini senantiasa berbunyi antiperang. Saya tidak perlu lagi mencari ke sana ke mari untuk mengikuti berita dan pemikiran orang karena saya juga hanya butuh berita yang semacam itu untuk memuaskan rasa ingin tahu saya.
Kalau saya membaca artikel yang properang, saya bisa bayangkan betapa galaunya hati saya. Barusan saya membaca penggalan paragraf pertama Japan Times yang menyebutkan perang ini tidak boleh lupa akan tujuan awalnya menghancurkan rezim Saddam meski dengan korban yang memilukan hati itu. Membaca ini langsung darah saya terasa menggelegak. Bagaimana mereka bisa merusak kepekaan manusiawinya dengan ambisi yang begitu keruh. Saya tidak bisa membiarkan diri membaca berita-berita properang. Untuk kebahagiaan dan kedamaian hati saya sendiri saya harus memilih hanya artikel dan media yang antiperang. Dengan begitu saya merasa tidak sendiri dalam kepiluan saya ketika menonton berita di televisi.
Ada seorang peserta milis madia yang setiap hari mengirimkan berbagai artikel tentang perang Irak dari sebuah situs alternatif. Di antara penulisnya adalah Robert Fisk yang tulisannya sering saya temukan di koran IHT sisipan Asahi Shimbun minggu. Dia wartawan perang yang berpengalaman dengan pandangan yang sangat kritis terhadap politik yang mengorbankan kemanusiaan. Dia dekat dengan sisi korban dalam sebuah pertikaian, misalnya di Palestina dan Bosnia. Tulisan-tulisan yang dikirim oleh Pak Hudoyo ini senantiasa berbunyi antiperang. Saya tidak perlu lagi mencari ke sana ke mari untuk mengikuti berita dan pemikiran orang karena saya juga hanya butuh berita yang semacam itu untuk memuaskan rasa ingin tahu saya.
Kalau saya membaca artikel yang properang, saya bisa bayangkan betapa galaunya hati saya. Barusan saya membaca penggalan paragraf pertama Japan Times yang menyebutkan perang ini tidak boleh lupa akan tujuan awalnya menghancurkan rezim Saddam meski dengan korban yang memilukan hati itu. Membaca ini langsung darah saya terasa menggelegak. Bagaimana mereka bisa merusak kepekaan manusiawinya dengan ambisi yang begitu keruh. Saya tidak bisa membiarkan diri membaca berita-berita properang. Untuk kebahagiaan dan kedamaian hati saya sendiri saya harus memilih hanya artikel dan media yang antiperang. Dengan begitu saya merasa tidak sendiri dalam kepiluan saya ketika menonton berita di televisi.
Komentar
Posting Komentar