Pemilu

Tentang pemilu yang baru berlalu ini. Saya nyaris tidak tahu sama sekali apa yang akan dilakukan sebagai pemilih, tidak pernah baca koran, tidak mengikuti perkembanagn berita seputar itu. Untung Eep mengirimkan tulisan Panduan Pemilihnya ke milis JIL. Saya baru dibikin mengerti oleh tulisan itu tentang sistem proporsional semi-terbuka yang sekarang digunakan di pemilu Indonesia. Saya baru tahu mengapa sebaiknya kita memilih tanda gambar dan nama caleg, bukan cuma tanda gambar partai saja.

Selepas memilih di SRIT Tokyo, saya jadi gigih benar mengikuti perkembangan berita seputar pemilu. Malam itu saya mendengar hasil penghitungan suara di tempat saya memilih. Sampai pukul setengah dua belas saya bertahan mendengar siaran radio IPDF lewat MP3. Partai yang saya pilih itu menjadi peraih suara terbanyak di Tokyo. Selama hari-hari berikutnya hampir setiap jam saya mengecek berita di detik.com untuk tahu hasil perhitungan di tanah air maupun di negara-negara lain. Begitu getol, menggelikan karena perkembangan berita tidak akan terlalu berarti dalam periode jam-jaman seperti itu. Tunggulah seminggu lagi, katanya, baru terasa ada yang berubah. Tapi saya tidak sabaran, dan ingin merasakan detak perubahan yang berlangsung. Saya seperti sedang menunggu sebuah revolusi.

Akhirnya saya bosan sendiri dengan penantian saya. Terlalu banyak berita yang membikin kecewa dan kesal. Kecurangan pemilu terlalu sering diberitakan, penghitungan suara yang lambat dan pemilihan yang mesti diulang di beberapa tempat, membuat saya kehilangan semangat menggebu untuk melihat "perubahan" itu. Pemilu ini masih menuntut banyak permakluman dan kompromi dengan keterbatasan.

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"