Murata-san
Salah satu tetangga saya seorang bapak tua yang tinggal sendirian di kamar apartemennya yang sempit. Saya kira dia kesepian. Jarang ada yang berkunjung kepadanya. Setiap hari kerjaannya adalah menonton televisi. Saya kira dia tidak benar-benar menonton televisi, tapi hanya menyalakannya, nyaris dua puluh empat jam, untuk mengusir sepi. Kalau kita tersentak tengah malam, kita bisa mendengar bisik-bisik suara televisi, atau kadang-kadang cukup keras juga. Siaran berita. Kita bisa tersenyum atau kesal mendengarnya. Tersenyum karena seolah-olah ada perkembangan berita teramat penting yang harus dia dengar tengah malam begini. Kesal, karena berisik mengganggu tidur nyenyak kita.
Saya kira hidup di masa tua seperti yang dia jalani itu sangatlah membosankan. Dia sepertinya tidak punya sebuah hobi yang dapat mengisi hari-harinya. Dia tidak memelihara binatang. Dia tidak menanam bunga. Pernah seseorang menghadiahi satu pot bunga kepadanya di awal musim semi. Ketika baru ditanam, rumpun bunga berumbi itu sedang mekar, warna kuning muda yang anggun. Bunga itu bertahan selama dua pekan, kemudian gugur sendiri karena telah terlalu matang. Setelah itu perlahan-lahan daunnya mulai merunduk, warna hijaunya berubah kusam. Permukaan tanahnya kering. Rupanya bapak tua itu lupa menyiramnya. Suatu pagi ketika dia sedang mencuci di teras belakang dengan mesin cuci tuanya yang ribut, saya lihat dia menyirami bunga itu dengan air dari selang yang mengucur terlalu keras. Itu satu-satunya kesempatan saya melihat dia menyirami bunga pemberian temannya itu. Telah lewat hampir dua bulan, minggu lalu saya kehilangan pemandangan bunga itu dari bali pagar. Saya mendekat dan menemukan penjelasannya: rumpun daunnya telah dibabat habis sampai ke tanah. Saya tersenyum. Dari pada repot-repot memelihara bunga, bapak tua kita ini lebih memilih untuk membunuhnya saja.
Kalau umur saya sampai, saya tidak ingin menjalani hidup seperti itu. Saya ingin punya sebuah hobi yang saya rawat sejak masa sekarang, untuk meramaikan hari-hari tua saya. Saya ingin merawat hubungan baik dengan orang-orang dengan lingkup minat dan hobi yang sama untuk menjadi sahabat. Saya ingin hidup dalam cinta yang dirawat sejak sekarang. Untuk mengingatkan soal ini, saya mesti berterima kasih pada tetangga saya yang hidupnya membosankan.
Saya kira hidup di masa tua seperti yang dia jalani itu sangatlah membosankan. Dia sepertinya tidak punya sebuah hobi yang dapat mengisi hari-harinya. Dia tidak memelihara binatang. Dia tidak menanam bunga. Pernah seseorang menghadiahi satu pot bunga kepadanya di awal musim semi. Ketika baru ditanam, rumpun bunga berumbi itu sedang mekar, warna kuning muda yang anggun. Bunga itu bertahan selama dua pekan, kemudian gugur sendiri karena telah terlalu matang. Setelah itu perlahan-lahan daunnya mulai merunduk, warna hijaunya berubah kusam. Permukaan tanahnya kering. Rupanya bapak tua itu lupa menyiramnya. Suatu pagi ketika dia sedang mencuci di teras belakang dengan mesin cuci tuanya yang ribut, saya lihat dia menyirami bunga itu dengan air dari selang yang mengucur terlalu keras. Itu satu-satunya kesempatan saya melihat dia menyirami bunga pemberian temannya itu. Telah lewat hampir dua bulan, minggu lalu saya kehilangan pemandangan bunga itu dari bali pagar. Saya mendekat dan menemukan penjelasannya: rumpun daunnya telah dibabat habis sampai ke tanah. Saya tersenyum. Dari pada repot-repot memelihara bunga, bapak tua kita ini lebih memilih untuk membunuhnya saja.
Kalau umur saya sampai, saya tidak ingin menjalani hidup seperti itu. Saya ingin punya sebuah hobi yang saya rawat sejak masa sekarang, untuk meramaikan hari-hari tua saya. Saya ingin merawat hubungan baik dengan orang-orang dengan lingkup minat dan hobi yang sama untuk menjadi sahabat. Saya ingin hidup dalam cinta yang dirawat sejak sekarang. Untuk mengingatkan soal ini, saya mesti berterima kasih pada tetangga saya yang hidupnya membosankan.
Komentar
Posting Komentar