Operating Instructions



Judul buku yang aneh, kalau tak lihat subjudulnya, orang tentu akan menduga buku ini berisi panduan menggunakan sebuah peralatan. Komputer, mungkin. Atau mesin keruk. Atau food-processor barangkali. 

Tapi bukan, jelas bukan, karena subjudul itu berbunyi, ‘a journal of my son’s first year.’ Penulisnya novelis Anne Lamott. 

Buku ini disebut sebagai diari yang paling kocak, paling jujur dan sangat menyentuh dari seorang ibu yang baru melahirkan anak pertama. 

Kadang-kadang kita jadi teringat satu buku yang sudah lama kita baca hanya gara-gara hal sepele. Aku teringat buku ini gara-gara plester. Ya, plester penutup luka itu. Ada satu bagian kecil, sambil lalu, dalam buku ini yang bercerita tentang plester. 

Dulu, bertahun-tahun lalu, bagian itu telah mengajariku untuk selalu menyediakan cadangan plester dalam jumlah banyak di rumah. Plester bekerja seperti magis pada anak kecil. Sedikit luka, meringis sakit secara berlebihan, ditempeli plester, tangisan lenyap seketika seakan-akan luka yang tertutup itu sudah sembuh sesembuh-sembuhnya. 

Mereka masih menganut cara pikir The Sour Kangaroo dalam film Horton Hears a Who, kalau tidak kelihatan berarti tidak ada. Kadang plester itu diperlakukan seperti asesoris. Dan tak jarang dia berangkat ke sekolah dengan tidak kurang empat-lima tempelan plester non-fungsional di badannya. Oh, that boy! 
Lalu apa yang ditulis Anne Lamott di buku itu. Ringkasnya begini, dalam pengalaman masa kecilnya, Anne seringkali tidak mendapatkan plester yang cukup untuk menutupi lukanya. ("When I small, and got a cut or scrapped knee or stubbed toe, and went to get a Band-Aid, there’d often be … a tiny one that almost big enough to bandage a bee."

Sedikit banyak, itu membuatnya dibesarkan dalam rasa cemas, seakan-akan tidak bakal cukup mendapat perlindungan, takut jatuh, takut gagal (“It was one of the small things that made me grow up feeling scared, like I wasn’t being protected very well and I better not fall.”) 

Lalu dari pengalaman itu, untuk anaknya sendiri, yang dinamainya Sam, dia memetik satu pelajaran (“I wanted Sam to grow up with the sense that it’s safe to fall, that there’s enough of the important stuff in the world for him, including Band-Aids.”) 

Renungan yang aneh. Juga lucu. Pengalaman yang kelihatannya sepele. Tapi, boleh juga dicoba.

Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"