Memberi Endorsment?
Akhir bulan lalu saya mendapat kiriman naskah buku karya terakhir Mas Hernowo. Di dalamnya ada selembar surat yang isinya meminta saya untuk memberi endorsment bagi buku itu. Saya yakin tentu saja Mas Hernowo mengirimkannya ke banyak orang juga, kepada tokoh-tokoh yang namanya bisa mendongkrak daya tarik buku itu.
Oleh karena itu saya tidak bisa membayangkan dalam kapasitas apa sehingga saya dirasa cocok untuk memberi 'dukungan' terhadap buku tersebut. Saya lebih cenderung untuk melihatnya sebagai penghargaan Mas Hernowo saja pada saya. Karena itu, saya berjanji tidak akan mengecewakan beliau dengan tidak memberi sepatah dua kalimat yang berisi apresiasi untuk buku tersebut.
Saya tidak ingin memberi endorsment yang asal-asalan. Yang sekadar memuji dengan kalimat yang bersifat umum, yang menunjukkan bahwa pemberi endorsment itu tidak benar-benar membaca karya tersebut, atau barangkali tidak ada waktu, namun tetap tidak ingin mengecewakan kepercayaan yang diberikan padanya.
Dalam dunia penerbitan Indonesia, tradisi pemberian endorsment ini sepertinya baru marak menjelang akhir 90-an, biasanya hanya buku-buku terjemahan yang memuat endorsment yang diambil dari ulasan buku itu di berbagai media. Kini penerbit dengan aktif meminta kalimat-kalimat 'sanjungan' itu dengan mengirimkan salinan naskah kepada orang-orang yang dianggap relevan, bukan hanya menunggu munculnya ulasan di media dan mengutip pujian untuk dimuat pada kover edisi cetak ulangnya.
Saya nyaris saja gagal memenuhi janji ini. Naskah itu terletak di bawah tumpukan kamus dan buku referensi di sebelah komputer saya. Lama tidak terlihat, membuat saya terlupa. Untunglah, sebuah dorongan untuk membereskan tumpukan itu kembali menghadirkan salinan naskah itu dalam ruang kesadaran saya, dan segera saya lahap agar bisa menelurkan endorsment yang baik. Saya bersyukur masih sempat mengirimkannya persis satu hari sebelum tenggat.
Saya memandang Mas Hernowo sebagai seorang yang bukan hanya menuliskan, tetapi juga menjadikan dirinya 'contoh hidup' dari apa-apa yang dituliskannya di seluruh bukunya. Pendekatannya pada soal memadukan kegiatan menulis dan membaca sangat persuasif karena dia menjadikan dirinya sendiri bukti bagi keyakinannya. Saya kira di Indonesia saat ini tak ada orang lain yang lebih gigih menyuarakan subjek ini selain beliau. Saya kira itulah yang membuat buku-bukunya memiliki nilai yang luar biasa bagi pembaca.
Oleh karena itu saya tidak bisa membayangkan dalam kapasitas apa sehingga saya dirasa cocok untuk memberi 'dukungan' terhadap buku tersebut. Saya lebih cenderung untuk melihatnya sebagai penghargaan Mas Hernowo saja pada saya. Karena itu, saya berjanji tidak akan mengecewakan beliau dengan tidak memberi sepatah dua kalimat yang berisi apresiasi untuk buku tersebut.
Saya tidak ingin memberi endorsment yang asal-asalan. Yang sekadar memuji dengan kalimat yang bersifat umum, yang menunjukkan bahwa pemberi endorsment itu tidak benar-benar membaca karya tersebut, atau barangkali tidak ada waktu, namun tetap tidak ingin mengecewakan kepercayaan yang diberikan padanya.
Dalam dunia penerbitan Indonesia, tradisi pemberian endorsment ini sepertinya baru marak menjelang akhir 90-an, biasanya hanya buku-buku terjemahan yang memuat endorsment yang diambil dari ulasan buku itu di berbagai media. Kini penerbit dengan aktif meminta kalimat-kalimat 'sanjungan' itu dengan mengirimkan salinan naskah kepada orang-orang yang dianggap relevan, bukan hanya menunggu munculnya ulasan di media dan mengutip pujian untuk dimuat pada kover edisi cetak ulangnya.
Saya nyaris saja gagal memenuhi janji ini. Naskah itu terletak di bawah tumpukan kamus dan buku referensi di sebelah komputer saya. Lama tidak terlihat, membuat saya terlupa. Untunglah, sebuah dorongan untuk membereskan tumpukan itu kembali menghadirkan salinan naskah itu dalam ruang kesadaran saya, dan segera saya lahap agar bisa menelurkan endorsment yang baik. Saya bersyukur masih sempat mengirimkannya persis satu hari sebelum tenggat.
Saya memandang Mas Hernowo sebagai seorang yang bukan hanya menuliskan, tetapi juga menjadikan dirinya 'contoh hidup' dari apa-apa yang dituliskannya di seluruh bukunya. Pendekatannya pada soal memadukan kegiatan menulis dan membaca sangat persuasif karena dia menjadikan dirinya sendiri bukti bagi keyakinannya. Saya kira di Indonesia saat ini tak ada orang lain yang lebih gigih menyuarakan subjek ini selain beliau. Saya kira itulah yang membuat buku-bukunya memiliki nilai yang luar biasa bagi pembaca.
Komentar
Posting Komentar