Perahu Kertas (Dee)


Novel ini menampilkan kisah cinta dan persahabatan yang ringan dan cukup menghibur, dengan plot apik, terkendali, agak mudah ditebak, dan too good to be true (siapa bilang ini kisah nyata, emang fiksi, kok!). Berpotensi menguras emosi pembaca yang seusia dengan tokoh-tokoh utama ceritanya (mahasiswa usia awal dua puluhan), tapi mungkin tidak mempan untuk orang-orang yang sudah kenyang diayun roller-coaster kehidupan (tentu saja, pernyataan ini boleh dibantah).

Dee, saat menulis cerita ini, apparently has the film in mind. Sudut pandang penceritaannya bersifat camera view. Multiple third person point of view, istilah teknisnya. Berpindah-pindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya, bahkan di dalam satu adegan yang sama. Hal itu tidak terlalu mengganggu, karena ceritanya mengalir dengan lancar dan mudah diikuti. Dialog-dialognya segar, sangat menghidupkan suasana. Dee punya kepiawaian menulis dialog yang renyah, dengan bahasa khas pergaulan anak sekarang, meski ada beberapa yang sebaiknya dipangkas agar tidak redundan dan melemahkan bangunan cerita, misalnya percakapan basa-basi dengan Pak Somad penjaga Sakola Alit.

Dibandingkan dua karya terdahulunya, Rectoverso dan Filosofi Kopi, novel ini terasa jauh lebih simpel, lebih meremaja. Mungkin ini dipengaruhi kenyataan bahwa ide penulisannya pertama kali berkecambah sebelas tahun silam. Tapi penggemar Dee takkan kehilangan ciri khasnya karena tetap akan menemukan dalam novel ini selipan kalimat-kalimat yang padat penghayatan dan frase-frase yang unik.

Cerita berakhir dalam sebuah happy ending. Namun happy ending bagi kedua tokoh utamanya, Keenan dan Kugy, adalah hadiah dari pengorbanan orang lain. Inilah yang barangkali membuat kisah ini terasa too good to be true (hehe, bandel!). Agaknya itu harus dilakukan Dee untuk memenuhi kontraknya dengan pembaca: memberi penyelesaian yang memuaskan setelah bersabar mengikuti narasinya yang panjang. Dari kisah Perahu Kertas kita bisa melihat betapa tindakan manusia lebih kuat dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari menyakiti orang lain daripada mengejar kesenangan sendiri.

Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"