Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

Seperempat Detik yang Berharga

Gambar
Catatan Kedua dari buku Dan Baker, What Happy People Know Kunci untuk menghindari penyanderaan itu ternyata sebuah momen sesingkat seperempat detik! Seperempat detik itu adalah jarak antara dorongan untuk melakukan sebuah tindakan dengan tindakan itu sendiri. Momen singkat ini pertama kali dibuktikan oleh ahli bedah saraf, Dr. Benjamin Libet. Dia melakukan percobaan neurologis terhadap beberapa pasien yang tengah menjalani prosedur bedah otak. Dia menyuruh mereka menggerakkan salah satu jari sembari memantau kegiatan otak mereka secara elektronis. Saat itulah dia menemukannya: ada penundaan selama seperempat detik antara dorongan untuk menggerakkan jari dan gerakan sebenarnya. Artinya, setiap dorongan untuk bertindak yang kita rasakan—termasuk dorongan rasa takut dan amarah— memiliki jendela kesempatan selama seperempat detik yang memungkinkan kita menolak dorongan itu . Makna penemuan ini luar biasa. Seperempat detik mungkin kedengaran tidak terlalu lama, tetapi itu waktu ya...

Agar Tak Disandera Amygdala

Gambar
Group of people silhouette by Valentin Vesa/CanvaPro Ini adalah bagian pertama dari rangkaian catatan “mengikat makna” dari sebuah buku yang menemani saya selama enam bulan terakhir. Buku ini saya dapatkan sebagai hadiah dari Mas Hernowo atas endorsment saya untuk buku  Mengikat Makna Update . Judulnya What Happy People Know , karangan Dan Baker, edisi Indonesianya diterbitkan Kaifa (Des, 2006).  Saya membacanya sedikit-sedikit di waktu luang yang terselip ketika menjemput anak dari sekolah, antre di dokter atau di bank. Buku ini memang jenis bacaan yang cocok untuk mengisi kesempatan-kesempatan seperti itu—tidak mengandung ketegangan yang membuat kita sulit berhenti membacanya, isinya perlu diendapkan sedikit-sedikit untuk meninggalkan kesan yang kuat.  Banyak hal menarik yang ingin saya simpan dari buku itu. Pengarangnya sendiri menyarankan: “Saya setulusnya berharap bahwa Anda berusaha memahami pokok-pokok yang saya sampaikan dalam buku ini—berusaha untuk benar-benar m...

Menikmati Simbol yang Hilang

Gambar
Sesekali kita bertemu dengan noval thriller yang bukan hanya menghibur, tetapi juga menggelitik rasa ingin tahu. Novel kelima Dan Brown yang sudah lama ditunggu-tunggu ini dapat dibilang memuaskan pembaca dari kedua sisi itu. Membacanya seperti memasuki labirin dengan lorong-lorong pendek penuh kejutan. Adegan demi adegan disebar acak seperti keping puzzle yang kita susun di dalam pikiran kita—-puzzle yang bentuk utuhnya baru muncul setelah novel tuntas dibaca, meski setengah jalan kita bisa sedikit menebak ke mana arahnya.

Olenka dan "Karya Tulis sebagai Barang Koden"

Gambar
Saya ditemani Olenka dalam sebuah perjalanan. Novel lawas karya Budi Darma itu terbit pertama kali tahun 1983, kemudian dirilis ulang oleh Balai Pustaka pada 2009. Lalu, diperbarui lagi oleh Noura Books pada 2016.* Belum jauh mencebur ke dalam novel, saya menjumpai kalimat yang menggelitik. Kalimat itu keluar dari benak salah satu tokoh cerita, Wayne, ketika menanggapi cerpen karyanya sendiri dengan judul “Olenka” juga: “Inilah kesulitan pengarang,” katanya. Karena pengarang tidak dapat saling membunuh, mereka menulis terus. Dengan demikian tulisan mereka yang baik dianggap sebagai produksi massal. Kalau produksi massal ini dimonopoli satu dua orang, khalayak tidak akan gegabah menganggap hasil produksi satu dua orang ini sebagai barang koden. Sebaliknya, kalau produksi massal dihasilkan oleh massa, produksi mereka dianggap sebagai barang koden. (h. 17) Pernyataan yang mirip diulanginya lagi di tempat lain”: Semua tulisan yang baik dapat menjadi koden, kalau jumlah yang sang...