Oleh-oleh dari Seoul


Menghadiri sebuah pameran buku internasional membuat saya diliputi rasa salut dan kalut. Salut melihat luasnya kreativitas yang ditampilkan dalam ajang tersebut; kreativitas dalam pengemasan produk, penataan stan pameran, pemanfaatan teknologi dalam produksi dan distribusi, dan percabangan produk baru ditampilkan dengan cara yang fantastis mencengangkan. Kalut karena jadi dibanjiri banyak ide dan wawasan baru untuk menyemarakkan perbukuan di negeri sendiri.



Di Seoul International Book Fair (SIBF) yang diselenggarakan 20-24 Juni lalu, kreativitas itu tampak menonjol dalam hal desain, inovasi produk dan kepercayaan diri. Sebelumnya SIBF tak masuk hitungan sebagai pameran penting. Untuk wilayah Asia, yang biasa disebut sebagai event penting perbukuan internasional adalah pameran buku Tokyo, Beijing dan Iran. Kini Seoul tak bisa diabaikan karena Korea Selatan dengan penuh rasa percaya diri menyeruak ke ajang internasional tahun ini dengan mengundang penerbit-penerbit negara lain untuk berpartisipasi dalam pameran di ibukota mereka.


Event ini masih terbilang muda dibanding pameran sejenis di kawasan Asia. Seoul pertama kali mencantumkan label "internasional" pada kegiatan pameran buku tahunan mereka pada 1995, bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaannya yang ke-50. Seiring meningkatnya volume pembelian copyrights buku-buku Korea di berbagai wilayah dunia, pada tahun ini Korean Publishers Association secara khusus menyampaikan undangan kepada beberapa negara untuk ikut menghadiri pameran di Seoul.

Dalam beberapa waktu terakhir di toko-toko buku Indonesia pun kita melihat banyak buku terjemahan korea. Dimulai dengan serial komik pendidikan yang menyajikan tema-tema pelajaran sekolah secara mudah dan menyenangkan, hingga novel-novel pop roman yang diangkat dari serial drama televisi. Beberapa di antaranya berhasil menjadi best-seller. 


***


Seoul cerah saat roda pesawat yang kami tumpangi menyentuh landasan bandara Incheon tepat pukul 7.40 pagi pada 20 Juni lalu, mengawali kunjungan untuk memenuhi undangan asosiasi penerbit Korea yang menyelenggarakan pameran dari 20 hinggu 24 Juni 2012. Dalam pameran kali ini Indonesia diwakili oleh tiga penerbit, yaitu Penerbit Mizan, Bentang Pustaka, dan Gramedia.

Negara yang terpilih menjadi tamu kehormatan pada 2012 adalah Arab Saudi. Perwakilan Arab Saudi menempati bagian depan pintu masuk utama, beberapa stan yang luas didominasi warna putih hijau. Selain itu ada sebuah stan ditata menyerupai tenda badui beralaskan karpet merah dipenuhi orang Korea lelaki dan perempuan, menikmati musik padang pasir yang dimainkan live di dalam tenda.



Dalam pameran ini Mizan memiliki empat belas agenda pertemuan dalam dua hari. Senang dapat bertatap muka dan berbincang langsung dengan beberapa agen yang selama ini telah terhubung secara virtual dengan Mizan melalui kontak email. Sue Yang dari Eric Yang Agency, Yona Kang dari Shinwon, Namho King dari Topaz Agency, Greg Taylor dari The ChoiceMaker Korea. Mereka adalah agen-agen yang telah berkecimpung lama dalam jual-beli rights mewakili beberapa penerbit besar dan kecil di Korea Selatan. Panitia menyediakan tempat khusus untuk pertemuan para profesional penerbitan ini di Rights Center.



Rights Center terdiri atas sekitar dua puluh ruang bersekat berisi satu meja bundar dan beberapa kursi mengelilinginya. Di sinilah agen dan penerbit bertemu untuk saling berbincang menemukan judul-judul yang cocok untuk dilisensikan di antara kedua negara. Rights center mungkin bukan tempat yang menarik bagi pengunjung. Yang beredar di sekitar tempat ini hanya para profesional perbukuan, bukan pengunjung umum yang datang untuk membeli buku dan menikmati suasana pameran. Tidak heran jika penataan bagian ini terasa sangat hambar dibandingkan area utama pameran yang penuh warna dan desain menarik.





Buku-buku yang ditawarkan para agen ini menunjukkan betapa para penulis Korea telah menghasilkan khazanah karya yang berlimpah dan memiliki kekhasan yang membuatnya mampu menembus pasar Eropa dan Amerika. Genre komik edukatif secara khusus menjadi andalan sebagian besar penerbit. Sains dibingkai dalam kisah detektif, matematika dalam kemasan cerita sejarah, belajar tatakrama bersama karakter film animasi, bahkan pengajaran filsafat untuk anak-anak. Kekuatan ilustrasi dan gaya cerita yang ringan namun komprehensif membuat buku-buku itu digemari banyak kalangan.

Beberapa serial komik Korea (manhwa) telah meraih popularitas yang cukup besar di Prancis dan Amerika Serikat, menggeser dominasi manga Jepang yang telah lebih dulu dikenal. Tema-tema tentang mentalitas Korea, orang-orang di balik merek terkenal Korea seperti Samsung, LG dan Hyundai, serta kebangkitan ekonomi Korea sepuluh tahun terakhir menjadi subjek banyak buku non-fiksi yang ditawarkan.

Selain dari segi konten, SIBF juga menunjukkan keunggulan dalam hal desain. Tak heran, karena Seoul disebut UNESCO sebagai City of Design pada tahun 2010. Desain dan penataan stan di Hall A dan B Coex Center yang luas itu terasa nyaman dan menyegarkan mata. Keunggulan dalam desain juga terlihat di berbagai bangunan dan rancangan arsitektur atraktif di kota yang dibelah dari arah timur ke barat oleh sungai Hangan yang lebar.



***
Jelaslah bahwa andalan Korea bukan hanya boyband dan drama televisi. Secara perlahan negeri ginseng ini mulai menjalarkan pengaruhnya di bidang literatur dan perbukuan internasional. Untuk kawasan Asia, memang SIBF masih terbilang kecil dibanding pameran buku Tokyo yang lebih luas. Jumlah negara asing yang berpartisipasi kurang dari 50, dibandingkan dengan lebih dari 100 negara yang ikut dalam pameran buku internasional di Tokyo.

Namun dalam skalanya sendiri, Korea telah berhasil menunjukkan bahwa negeri itu pantas menjadi poros baru dalam dunia penerbitan, menjadi penghubung dan penentu tren. Dengan kerja keras, perhatian pada detail, dukungan dari asosiasi penerbit dan pemerintah, para profesional penerbitan Indonesia tentu saja juga berpeluang untuk membangun reputasi yang tak kalah dari Korea, memainkan peran yang lebih besar dalam perbukuan kawasan Asia dan internasional.[]


Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"