Sepercik India





Apa yang kaulihat di jalanan kota New Delhi, Agra, Uttar Pradesh, barangkali tak jauh beda dengan apa yang tampak di Pariaman, Sumedang, Bandung. Yang datang menemuimu siang terik itu barangkali punya cerita yang sama dengan gadis-gadis muda yang terpaksa menjadi ibu ketika usia belum lagi dua dekade.

Tapi tetap engkau termangu sambil matamu membuka lebih awas, kulitmu serasa lebih peka. Udara terasa lebih kental digelayuti masa lalu. Debu yang terhirup seperti membawa cerita eksotis yang tak kaurasakan hadir di tempatmu berasal. Jalanan terasa lebih padat dan sesak dengan kisah dari masa-masa yang panjang. Sementara pikiranmu menjelajah ke dalam memori yang juga tak ingin kaulepaskan.

Empat puluh tahun yang lalu, ada dobi di samping rumah masa kecil kami. Tumpukan pakaian yang akan disetrika memenuhi kios kecilnya, bersama arang panas dan uap. Kini sudah tak ada Dobi di sana. Melihatnya di tepi jalan kota tua New Delhi langsung melontarkanku ke empat dekade ke belakang. 

Waktu terasa tak bergerak di sini. Seperti juga pagi yang tak habis-habisnya. Ritme hidup berjalan tanpa gesa meski matahari sudah tinggi sepenggalah. Tak ada agenda yang perlu dikejar. Hari libur atau hari kerja tak ada beda.

Inilah India yang kutemui waktu itu, sepercik persentuhan dalam kunjungan kurang dari sepekan.  


New Delhi, 9-13 Januari 2016























Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"