Blindness (Jose Saramago)



"If you can see, look.  If you can look, observe. " -- Book of Exhortations

Akhir pekan lalu saya menamatkan novel Blindness karya Jose Saramago. Seorang teman merekomendasikannya sebagai satu di antara 5 novel favoritnya sepanjang masa. Novel  yang ditulis peraih Nobel Sastra 1998 asal Portugal ini bercerita tentang wabah kebutaan yang melanda warga sebuah kota. Bukannya menjadi hitam kelam, yang tampak di mata mereka justru putih pekat seperti dalam kabut tebal. 

Dalam dunia orang buta, yang bisa melihat akan menjadi raja. Istri seorang dokter mata di kota itu secara tak terjelaskan menjadi satu-satunya yang tak terjangkiti wabah. Dialah yang menuntun mereka menghadapi berbagai perkara dalam ruang karantina bagi penderita kebutaan, hingga wabah tersebut terangkat dan penglihatan mereka satu per satu pulih. 

Dalam dua pekan terakhir, semenjak malam pergantian tahun, saya tidak bisa login ke facebook. Secara metaforis rasanya seperti kehilangan penglihatan, seperti menjadi salah satu tokoh di novel ini berada dalam karantina, karena untuk sementara tidak dapat "melihat" dunia yang selama ini secara tak langsung dapat dilihat melalui jaringan sosial media tersebut. Masuk lagi ke sana sekarang seperti sembuh dari wabah dan kembali melihat, dengan mata baru. Dengan pandangan yang, semoga, lebih seimbang tentang yang maya dan nyata. Metafora yang tidak berlebihan, saya harap. 

Novel ini sendiri buat saya terasa bikin depresi, kelam. Saramago mengeksplorasi watak-watak manusia yang muncul dalam situasi tertekan, mengajak pembaca merenungkan apa arti melihat, dan apa jadinya manusia ketika harus berhadapan dengan sesama untuk mempertahankan hidup, brutal sadis dan hampir seperti binatang.


Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"