Beragama dengan Santai: Mimbar Selasar 2019
Mimbar Selasar semalam penuh. Ada anak-anak muda, para
mahasiswa, orang-orang tua, para suster dan ibu-bapak dari lingkaran pertemanan
seniman elite Bandung. Semua antusias ingin menyimak dua perempuan cerdas
Sakdiyah Ma’ruf dan Yenny Wahid.
Pusing dan masuk angin yang mengganggu saya
dalam perjalanan menuju Selasar Sunaryo perlahan larut dalam tawa saat
mendengarkan penuturan stand-up comedian Sakdiyah Ma’ruf. Humornya getir
mengajak kita mengkritisi dan menertawakan diri sendiri. Dia melempar humor
tentang sikap beragama yang makin mengeras belakangan ini terutama di kelompok
anak muda, tentang kehidupan kelompok kaum muslim
ekstrem yang intoleran dan tentang isu-isu perempuan.
Datang dari latar belakang keluarga keturunan Arab,
kritiknya tentang tradisi di kalangannya sendiri pun tak kalah sengit. Hadirin
tergelak dan terangguk-angguk, humornya membuat kritik lebih mudah diterima dan
membukakan mata. Melalui humor banyak pesan yang bisa disampaikan jauh
lebih efektif. Karena, humor mengeksploitasi pengalaman personal untuk
merefleksikan sesuatu yang lebih besar.
Yenny Wahid lebih mendalam. Dia bicara soal sikap
radikal dan fundamental dalam beragama bukan milik kelompok Islam saja. Di
semua agama lain kelompok ini pun ada dan pola pikirnya hampir sama. Ada tiga
ciri yang ditemukan di semua kelompok itu, kata Yenny, yaitu: anti-vaksin,
penganut bumi datar, dan gampang mengkafir-kafirkan orang lain. Itu menunjukkan
bahwa yang salah bukanlah ajaran agamanya, melainkan penafsiran manusia atas
ajaran itu.
Kelompok radikal dan fundamental ini memiliki passion
yang sangat besar untuk menjalankan misi mereka, sehingga mereka lebih
terdengar dan dengan cepat menyebar di tengah masyarakat. Padahal kelompok
moderat tak kalah banyak jumlahnya, namun kelompok ini lebih kalem dan tidak
memiliki passion yang sama besarnya. Yenny mengajak kaum moderat untuk menjadi
"noisy majority", bukan "silent majority." Ayo, berisiklah
sedikit.
Komentar
Posting Komentar