Bekerja dari Rumah
Pandemik global. Kita barangkali tak pernah membayangkan kondisi seperti ini akan terjadi di dalam masa hidup kita. Yang lazimnya kita temui dalam kisah sejarah, kini menjadi kenyataan yang kita hadapi sehari-hari. Dengan jumlah pengidap virus corona yang terus bertambah, gelombang pandemik global telah menggulung 188 negara. Pada saat menuliskan ini, jumlah total kasus positif 307.610 orang dan jumlah kematian lebih dari 13.000 jiwa di seluruh dunia.
Ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa, pemerintah meminta kita untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah di rumah. Sekolah-sekolah tutup, pergerakan penduduk dibatasi. Keadaan ini telah mendorong, bahkan memaksa, banyak kantor juga memberlakukan sistem kantor-jarak-jauh: bekerja dari rumah.
Kantor tempat saya bekerja memberlakukan aturan work from home (WFH) atau kerja dari rumah sejak Rabu, 18 Maret 2020. Awalnya para karyawan masih dijadwalkan untuk hadir di kantor seperti biasa mengikuti secara bergilir. Tapi ini dibatalkan sehari kemudian lantaran ada status PDP di antara keluarga karyawan. Akibatnya, dua hari pertama berlaku ketentuan bekerja dari rumah total untuk semua karyawan satu kantor.
Barangkali, bisa dilihat sebagai sebuah berkah bahwa pandemik ini terjadi di masa ketika jejaring komunikasi melalui berbagai aplikasi mobile telah mapan dan biasa. Koordinasi bisa dilakukan melalui whatsapp, diskusi kelompok kecil melalui video call, rapat-rapat menggunakan zoom. Anak-anak pun bertemu tatap muka dengan guru melalui kanal-kanal ini. Grup LINE menjadi ramai, Google Classroom dimaksimalkan.
Menariknya, pada masa transisi ini tentu saja kita masih membawa kebiasaan dunia offline ke dunia online. Cara absensi masih belum hijrah sepenuhnya ke digital. Karyawan mengirimkan pesan "hadir" pada kisaran jam masuk kantor. Siswa yang mau ke toilet minta izin dulu ke guru di grup seolah mereka berada di dalam kelas.
Banyak kisah lucu tentang pembiasaan pada perubahan situasi belajar dan bekerja. Percampuran antara situasi kerja dan situasi di tempat tinggal, agaknya masih perlu beberapa waktu untuk penyesuaian. Tapi perpindahan aktivitas ke dalam jaringan online secara massal ini telah membawa perubahan yang tentunya akan berbekas pada kehidupan sosial setelah masa corona. Virus ini telah mempercepat migrasi kita ke dunia virtual--dengan segala konsekuensinya, siap atau tidak.
Ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa, pemerintah meminta kita untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah di rumah. Sekolah-sekolah tutup, pergerakan penduduk dibatasi. Keadaan ini telah mendorong, bahkan memaksa, banyak kantor juga memberlakukan sistem kantor-jarak-jauh: bekerja dari rumah.
Kantor tempat saya bekerja memberlakukan aturan work from home (WFH) atau kerja dari rumah sejak Rabu, 18 Maret 2020. Awalnya para karyawan masih dijadwalkan untuk hadir di kantor seperti biasa mengikuti secara bergilir. Tapi ini dibatalkan sehari kemudian lantaran ada status PDP di antara keluarga karyawan. Akibatnya, dua hari pertama berlaku ketentuan bekerja dari rumah total untuk semua karyawan satu kantor.
Meja kerja saya di rumah |
Barangkali, bisa dilihat sebagai sebuah berkah bahwa pandemik ini terjadi di masa ketika jejaring komunikasi melalui berbagai aplikasi mobile telah mapan dan biasa. Koordinasi bisa dilakukan melalui whatsapp, diskusi kelompok kecil melalui video call, rapat-rapat menggunakan zoom. Anak-anak pun bertemu tatap muka dengan guru melalui kanal-kanal ini. Grup LINE menjadi ramai, Google Classroom dimaksimalkan.
Menariknya, pada masa transisi ini tentu saja kita masih membawa kebiasaan dunia offline ke dunia online. Cara absensi masih belum hijrah sepenuhnya ke digital. Karyawan mengirimkan pesan "hadir" pada kisaran jam masuk kantor. Siswa yang mau ke toilet minta izin dulu ke guru di grup seolah mereka berada di dalam kelas.
Banyak kisah lucu tentang pembiasaan pada perubahan situasi belajar dan bekerja. Percampuran antara situasi kerja dan situasi di tempat tinggal, agaknya masih perlu beberapa waktu untuk penyesuaian. Tapi perpindahan aktivitas ke dalam jaringan online secara massal ini telah membawa perubahan yang tentunya akan berbekas pada kehidupan sosial setelah masa corona. Virus ini telah mempercepat migrasi kita ke dunia virtual--dengan segala konsekuensinya, siap atau tidak.
Komentar
Posting Komentar