Dari Camus untuk Corona

Albert Camus,1957. Foto (c) Robert Edwards. Wikimedia Commons


Pandemi global telah berulang kali melanda umat manusia sepanjang sejarah. Pada masa-masa pandemik, kita terdorong untuk melakukan pengorbanan dan perenungan tentang cinta, kematian, dan takdir. Tak terkecuali kini, ketika pandemik coronavirus melanda seluruh dunia. Sampul depan majalah The Economist minggu ini menggambarkan Bumi dinyatakan tutup, seperti kebanyakan toko saat ini.



Hari-hari ini ini, novel klasik karya Albert Camus sering disebut sebagai kisah yang sangat relevan. Bahkan di beberapa negara, buku ini kembali masuk ke dalam daftar terlaris. La Peste, yang terbitan Indonesianya diterjemahkan dengan judul Sampar oleh N.H. Dini, menceritakan tentang wabah kolera yang terjadi di Oran, sebuah kota di Algeria yang terletak di pinggiran Laut Tengah. Terbit pertama kali pada 1947, kisah wabah itu diceritakan terjadi pada pertengahan tahun 1800-an.

Di bawah ini ditampilkan beberapa kutipan dari novel Sampar karya Albert Camus, yang kiranya dapat memberi sedikit kesempatan buat kita untuk keluar sejenak dari kemuraman situasi pandemik ini:

Begitu banyak wabah dan perang yang telah terjadi di dalam sejarah; namun setiap kali wabah dan perang datang, tetap saja kita terhenyak. -Albert Camus
Mereka menganggap diri mereka bebas dan tak seorang pun bisa bebas selama ada wabah, penyakit dan kelaparan. -Albert Camus
Betapa beratnya jika kita hidup hanya dengan apa yang kita ketahui dan apa yang kita ingat, tanpa ada sesuatu yang bisa menjadi harapan. -Albert Camus
Ketertiban!... Padahal yang dibutuhkan adalah imajinasi. -Albert Camus
Aku tak tahu apa yang sedang menantiku, atau apa yang akan terjadi ketika semua ini berakhir. Untuk saat ini yang kutahu hanya ini: ada orang sakit dan mereka perlu disembuhkan. -Albert Camus



Kondisi pandemik sangat membatasi ruang gerak kita. Demi kepentingan bersama, kita tak punya pilihan selain mematuhi perintah untuk mengurung diri di rumah, isolasi diri, karantina. Kita kehilangan banyak hal yang biasanya bisa kita lakukan. Di saat yang sama, kita jadi punya banyak waktu untuk melakukan apa yang biasanya tidak sempat kita lakukan.

Ini membuat kita berpikir, apa yang bisa kita lakukan untuk meringankan beban sesama pada masa-masa seperti ini. Apa yang pertama kali ingin kita lakukan ketika terlepas dari situasi ini. Barangkali kita terdorong untuk lebih menghargai apa yang kita miliki, melepas dengan rela apa yang telah hilang dari kita, dan melihat keindahan dalam hal-hal yang selama ini kita abaikan. 

Semoga pandemi segera berlalu.

Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"