Yusuf Ali: Mufasir yang Terlupakan (Bag. 1)

Searching for Solace: A Biography of Abdullah Yusuf Ali


Suatu hari di bulan Desember, 1953. Cuaca kota London malam itu amat menggigilkan. Kabut tebal menggantung di atas kota. Hampir tak mungkin bepergian ke mana-mana. Polisi menemukan seorang lelaki tua terlantar di undakan sebuah rumah di Westminster. Mereka membawanya ke rumah jompo setempat.

Beberapa jam kemudian orang tua itu mendapat serangan jantung. Petugas memindahkannya ke rumah sakit St Stephen malam itu juga. Tak tertolong lagi, keesokan harinya dia meninggal. Sendiri. Tak seorang pun anggota keluarga atau kerabat mengantar kepulangannya ke negeri abadi.

Demikianlah akhir hayat Abdullah Yusuf Ali, penulis terjemahan dan tafsir Al-Quran dalam bahasa Inggris yang terkenal The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary (1934). Sebuah magnum opus yang telah menjadi rujukan standar di masjid-masjid dan rumah-rumah keluarga Muslim di Barat, bahkan mungkin merupakan karya kesarjanaan Muslim dengan tingkat sirkulasi tertinggi sepanjang abad kedua puluh.

Seakan terlupakan, media massa Muslim memuat keterangan yang lebih singkat ketimbang catatan obituari The Times atau The Daily Telegraph di London. Dunia Islam tampaknya telah mencukupkan diri dengan melekatkan pada nama Yusuf Ali citra sebagai seorang tokoh yang tenang dengan kecenderungan mistik kuat, tanpa menambahkan keterangan apa-apa lagi. Suatu gambaran yang tak adil bagi kehidupannya yang penuh dengan aktivitas politik, kesusastraan, pendidikan dan kerja sosial.



By Source, Fair use, https://en.wikipedia.org/w/index.php?curid=54037742
Abdullah Yusuf Ali

 

Abdullah Yusuf Ali lahir di Surat, sebuah kota tekstil di India barat, pada 4 April 1872. Anak pertama dari dua putra Khan Bahadur Allahbuksh, pegawai kepolisian Surat. Dia lahir dalam komunitas Bohra yang didominasi oleh profesi pedagang. Tapi orangtuanya memilihkan jalan yang berbeda buat putra mereka dengan menyekolahkannya ke Anjuman-e-Islam di Bombay pada 1880. Teman satu sekolahnya antara lain Muhammad Ali Jinnah dan Muhammad Ali Jauhar. Dua tahun kemudian dia pindah ke sebuah sekolah katolik, Wilson's School, pimpinan misionaris Scott, John Wilson.

Sejak usia dini, Yusuf Ali telah meninggalkan rumah. Masa kecilnya banyak dilewatkan di asrama sekolah. Tak heran jika peristiwa-peristiwa yang dikenangkannya banyak terkait dengan asrama atau upacara sekolah ketimbang acara-cara keluarga. Tapi masa pendek kehidupan keluarga itu dirasakan sangat berharga olehnya.

Ada sekilas rasa kehilangan dalam sebuah tulisan yang dibuatnya ketika mencapai usia setengah baya:

"Antara umur empat dan lima aku pertama kali belajar membaca kata-kata Arab [dari Al-Quran], tenggelam dalam irama dan musiknya yang indah, dan takjub ketika mengetahui maknanya. Aku punya ingatan samar-samar tentang upacara khatm yang mengakhiri tahap itu... Ayah yang kukagumi mengajar aku bahasa Arab. Tapi pasti aku telah menyerap dari beliau sesuatu yang lebih dari itu ke dalam lubuk hatiku--sesuatu yang mengatakan padaku bahwa karya sastra yang paling indah di dunia ini hanyalah sarana untuk menyampaikan pesan tak terlukiskan yang masuk ke dalam kalbu di puncak kebahagiaan yang langka."

 

Mandiri sejak usia belia dan masa kanak-kanak yang singkat meninggalkan bekas luka lain dalam dirinya. Yusuf Ali dikenal rentan dan rapuh dalam persahabatan. Meskipun penampilannya di depan umum sangat memikat, rekan-rekannya menganggap dia mudah tersinggung. Dia cepat merasa tidak dipahami dan dijadikan korban, dan sangat bahagia jika diterima sebagai orang kepercayaan atau masuk ke suatu lingkungan terpilih.

Namun demikian Yusuf Ali mempunyai catatan akademis yang cemerlang. Di Wilson's School dia mendapatkan nilai tertinggi untuk wilayah Bombay pada usia empat belas tahun. Selanjutnya mencapai gelar BA nomor satu dari Universitas Bombay pada Januari 1891, mungkin dalam mata kuliah Sastra Yunani kuno, sebab dia memenangkan hadiah Latin dan terpilih untuk menerima beasiswa Dakshna dalam sejarah Yunani. Oleh pemerintah Bombay, Yusuf Ali diberi beasiswa untuk melanjutkan pelajaran ke Inggris. Pada bulan September 1891, Yusuf Ali tiba di Inggris. Ayahnya meninggal pada bulan Juli tahun yang sama.

Komentar

  1. Not only English bring things to India but also India gave something to UK and Europe. Nice to know 🇮🇳🇬🇧

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, we all have something to give and take from each other, after all..

      Hapus

Posting Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"