Mengunjungi Isfahan dari Bandung
Saya baru kembali dari kunjungan ke Naqsh-e Jahan di Isfahan, Iran. Tadi malam. Saya mengunjungi bangunan megah yang didirikan pada abad keenam belas itu, bersama seorang pemandu wisata lokal yang ramah.
Ya, di masa lockdown ini, ketika perjalanan ke luar negara nyaris tak bisa dilakukan disebabkan pandemi Covid-19 yang membuat banyak perjalanan dibatalkan dan usaha perjalanan gulung tikar.
Perjalanan ini dilakukan tanpa meninggalkan rumah--dan dapat diikuti secara percuma, tanpa mengeluarkan biaya. Tapi siapa pun boleh dengan
sukarela, dan senang hati, memberikan tip untuk menghargai usaha dan kebaikan
sang pemandu.
Sebab, ini adalah perjalanan virtual yang
diselenggarakan oleh sebuah perusahaan rintisan baru di Inggris, Virtualtrips.io. Bukan
berupa pemutaran video, melainkan siaran langsung menyusuri Naqsh-e Jahan yang
indah bersama pemandu, Arian.
Arian, lulusan teknik kimia pada 1992 dan telah bekerja di
bidang tersebut selama bertahun-tahun. Namun kemudian memutuskan bahwa dia dapat
memberikan yang lebih baik bagi negerinya dengan menjadi pemandu wisata
daripada menjadi seorang insinyur. Sejak 2014, dia memulai karier barunya, hingga kini
telah berpengalaman memandu turis-turis Eropa di Iran dan sebaliknya.
Rombongan wisata ini terdiri dari kurang lebih dua ratus
orang yang dapat saling berbincang dengan peserta lain dan bertanya kepada
pemandu sepanjang perjalanan yang berlangsung kurang lebih satu jam. Peserta
juga dapat memotret dan meminta pemandu untuk mengarahkan kamera ke objek
tertentu yang ingin mereka potret atau lihat dengan lebih baik.
Perjalanan dimulai dari lapangan sebelah selatan Naqsh-e
Jahan. Kemarin adalah hari Jumat, hari libur di Iran. Lapangan itu penuh dengan
keluarga yang datang untuk piknik dan bersuka cita. Mereka bersepeda, bermain
sepatu roda, berjalan-jalan, atau sekadar duduk mengobrol dalam
kelompok-kelompok kecil.
Melihat suasana seramai itu, seorang peserta bertanya,
apakah tidak ada pembatasan jarak protokol kesehatan di Iran.
“Ada,” jawab Arian, “saya juga kaget melihat begitu banyak orang di sini hari ini. Tapi cuaca begitu cerah dan orang-orang sudah letih menahan diri berada di dalam rumah terus selama berulan-bulan.”
Kegembiraan menjalar
yang bisa tak disembunyikan, melihat anak-anak bermain bebas, berlarian dan mendengar
teriakan mereka menikmati kebersamaan di lapangan yang terletak di depan masjid
peninggalan era Safavid.
Dari lapangan yang ramai, kami dibawa masuk ke dalam masjid
Sheikh Lotfollah yang terletak di sisi timur. Penjaga mengatakan kami hanya
boleh masuk selama lima menit, jumlah pengunjung yang boleh masuk ke dalam
ruangan tertutup itu dibatasi dan digilir dengan durasi lebih singkat. Masjid
ini adalah masjid privat, tidak memiliki menara. Penampakan gerbang depannya
sangat terkenal. Saya sering melihatnya di kartu-kartu pos dan poster dari Iran.
Masuk ke dalam, lorong redup dengan dinding marmer bermotif
sulur tumbuhan, bunga, dan kaligrafi. Lorong
mengantarkan menuju ruang utama yang luas tempat shalat dengan mihrab ke arah
kiblat. Ruang yang sangat megah dengan dinding marmer dan kubah berhias indah.
Setelah mengunjungi ruang dalam masjid, Arian membawa kami
ke bazar yang terletak persis di samping masjid. Lorong penuh dengan toko-toko di kiri kanannya, menjual benda cenderamata khas Isfahan seperti papan catur dengan beragam model, papan backgammon, keramik torquise, dan tentu saja karpet Persia.
Wisata bersama Arian hanya satu dari banyak wisata lainnya yang diselenggarakan Virtualtrips, sebuah usaha rintisan yang didirikan oleh dua sahabat John Tertan dan Liam Garrison pada 2020. Perkembangannya sangat pesat dengan audiens dari seluruh dunia.
Platform khusus traveling live-streaming ini memungkinkan pemandu
wisata lokal menunjukkan tempat-tempat yang mereka kenal baik dengan harapan
membuat orang-orang di seluruh dunia merasa dapat berkumpul bersama dengan
lebih akrab.
Dalam sebuah wawancara Liam Garrison mengatakan, "Luar biasa rasanya melihat orang-orang dari tempat-tempat seperti Wisconsin, Delhi atau Selandia baru berkumpul untuk menikmati pengalaman bersama, di mana mereka dapat terhubung dengan keluarga, teman, dan bahkan orang yang sama sekali baru dari zona waktu yang berbeda, melampaui latar belakang sosial dan batas-batas. Kami sangat gembira melihat energi dan antusiasme setiap pemandu yang bekerja bersama kami, Komitmen dan perspektif unik mereka, dan kepribadian mereka yang asyik telah membuat pengalaman ini menjadi spesial.”
Dalam setiap perjalanan ada peta yang menunjukkan lokasi persis tempat yang sedang dikunjungi. Pada awalnya Vitualtrip hanya mencakup kota-kota di Eropa dan Amerika, tapi sekarang sudah semakin banyak tempat dari bagian dunia yang lain di Asia dan Afrika. Virtualtips telah membawa saya ke Budapest, Lviv, Ljubljana, Perugia, Oxford, Paris, Roma, Venice, Galicia, Prague, Assisi, Accra, Dubrovnik, Tunis, Tokyo, Kyoto, dan banyak kota lainnya.
Para pemandu profesional ini telah kehilangan pekerjaan mereka semenjak pembatasan akibat pandemi. Banyak di antara mereka yang mengaku merasa benar-benar bersemangat dan kembali hidup berkat adanya platform ini. Saking bersemangatnya, di tengah cuaca buruk dan dingin pun, para pemandu dari wilayah Eropa yang sedang bersalju tebal atau jalan licin berlapis es, tetap menjalankan rutenya. Atau, mendaki ke puncak tertinggi sebuah amfiteater demi menunjukkan kepada kami melalui pemandangan dari atas sana. Napasnya tersengal.
Bagi saya, virtualtrips sungguh sebuah berkah yang memberikan pengalaman perjalanan keliling dunia dalam keterbatasan. Sayangnya, karena keterbatasan zona waktu, saya masih belum sempat mengikuti wisata ke benua Amerika, seperti ke Buenos Aires, La Paz, Santiago, Lima, dan kota-kota di AS. Perjalanan ke wilayah sana selalu berlangsung setelah jam dua belas malam. Meskipun sangat ingin, saya masih lebih suka tidur yang cukup daripada begadang untuk alasan apa pun.
Bagaimanapun, perjalanan virtual tidak dapat menggantikan perjalanan nyata. Namun tetap ada kesenangan lain yang dihadirkannya. Sebagai penutup, ini video cuplikan dari perjalanan virtual ke Amphiteater El Jem di Tunisia:
Komentar
Posting Komentar