Berkawan dengan Buku
Pajangan buku di salah satu stand Gualadajara Book Fair 2019 |
Tanggal 23 April adalah Hari Buku Sedunia. Tanggal ini dipilih Unesco karena bertepatan dengan tanggal wafatnya Shakespeare dan Cervantes, 23 April 1616.
Maka pada hari ini, untuk turut merayakannya, saya ingin melacak ke belakang sejumlah nama yang dengannya saya berkawan di dunia buku. Sebagai seorang pekerja perbukuan, saya bersentuhan dengan buku setiap hari. Terlalu banyak tapi sekilas sehingga tidak masuk hitungan. Berkawan dengan buku yang saya maksud adalah buku yang ikut mewarnai ingatan saya tentang masa lalu. Buku yang menemani saya melewati masa demi masa.
Mari kita mulai dari masa sekolah dasar. Bacaan yang paling saya ingat dari masa itu adalah buku-buku serial karya Alfred Hitchcock, Enid Blyton, dan Karl May, serta seri Little House in the Prairie. Yang terakhir ini adalah juga nama film seri TVRI yang sangat popular pada 1980-an karena waktu itu tak banyak pilihan. Kami menanti dan menontonnya dengan khusyuk setiap minggu siang. Saya sangat senang ketika ayah saya membelikan serial buku karya Laura Ingals Wilder itu.
Saya mengenal serial Winnetou dan Old Shatterhand karya Karl May dari bacaan kakak saya yang juga rakus membaca. Dia meminjamnya di perpustakaan daerah. Petualangan imajinatif Karl May dengan suku-suku Indian di Amerika ini sangat saya suka. Saya habis membaca semua serinya yang kurang lebih tiga puluh jilid. Buku ini membuat saya senang berkunjung ke perpustakaan setidaknya seminggu sekali.
Saya kira buku-buku dari Alfred Hitchcock dan Enid Blyton adalah juga bacaan semua teman saya waktu itu. Serial detektif dan misteri ringan yang bisa cepat selesai dibaca. Demikian pula buku-buku Enid Blyton yang membuat kita ingin liburan dan piknik terus, atau bermimpi tentang keseruan bersekolah di asrama yang tidak pernah saya alami. Dua nama itulah yang paling saya ingat dari bacaan semasa SD dan SMP.
Pada masa SMA dan mahasiswa saya mulai beralih lebih suka membaca non-fiksi. Mungkin pengaruh dari almarhum ayah saya yang dosen ilmu sosial. Di rumah banyak buku kajian sosial dan ekonomi. Saya sangat terkesan saat membaca buku EF Schumacher Small is Beautiful dan Guide for the Perplexed. Kedua buku ini saya baca berulang kali. Dan membuat saya tertarik baca buku-buku sejenis lainnya, yang kebanyakan adalah terbitan Yayasan Obor, kajian-kajian sosial yang asyik seperti Limits to Growth, Teori Gaia dari James Lovelock, buku-buku Peter Berger.
Semakin banyak nonfiksi selama masa mahasiswa, karena aktif di bulletin Salman KAU yang diisi kawan-kawan berpikiran di awang-awang. Tahun-tahun terakhir kuliah, bacaan saya terutama buku-buku wacana Islam seperti dari Seyyed Hussein Nasr, Ayatullah Khomeini, Murtadha Muthahhari dan semacamnya. Kemudian setelah itu, mulai melahap buku-buku spiritualitas yang lebih spekulatif dan melebar seperti Jiddu Krishnamurti, dan Celestine Prophecy dari James Redfield, yang sebenarnya adalah novel tapi ditampilkan seperti buku filsosofi new-age, bahkan sampai dilengkapi dengan buku panduan.
Saya kembali ke fiksi pada tahun 2000-an. Lima tahun tinggal di Jepang, saya menjadi pengunjung rutin perpustakaan lokal Koganei dan perpustakaan yang lebih besar di Hibiya, Tokyo. Mereka punya banyak sekali koleksi novel berbahasa Inggris. Di sini saya menikmati novel-novel dari pengarang yang belum pernah saya tahu sebelumnya. Saya terpukau pada Anne Tyler, Jose Saramago dan Ian McEwan. Catatan harian Anne Lamott bersama anak pertamanya Operating Instruction menemani saya saat hamil anak pertama. Saya mulai mengenal Haruki Murakami dari koleksi perpustakaan Hibiya, Wild Sheep Chase. Novel Jepang lainnya yang saya baca waktu itu adalah beberapa novel klasik dari Yukio Mishima dan Shiba Ryotaro dari kedua perpustakaan.
Kembali ke Indonesia, minat baca fiksi berlanjut menguat mengalahkan nonfiksi. Saya mulai banyak membaca karya novelis Indonesia sejak sekitar 2005. Telat, tapi tak apa. Dimulai dengan Pramudya, Kuntowijoyo, Umar Khayam, Budi Darma, kemudian pelan-pelan saya membaca Seno Gumira Ajidarma, Laksmi Pamuntjak, dan tentu saja yang populer Andrea Hirata, Dewi Lestari.
Saya berkawan dengan nama-nama ini dalam bacaan saya. Mereka nama-nama yang berkesan, menemani saya melewatkan waktu. Tentu saja banyak nama lain yang tak disebutkan di sini. Mungkin untuk cerita lain kali.
Woooow,
BalasHapusTerima kasih atas sharing pengalamannya mba Yuli
Terima kasih sudah baca (ini Anwar ya, labelnya Anonymous)
HapusMy mother say I was friend from young with "Jungle Book", and books are stil my best friends.
HapusBFF 😊
Hapus