Hari Literasi Dunia

(c) grimnoire


Tanggal 8 September ditetapkan oleh UNESCO sebagai Hari Literasi Dunia. Pertama dicanangkan pada 1966, tujuannya untuk mengingatkan tentang pentingnya literasi bagi individu, komunitas dan masyarakat, agar dilakukan upaya yang lebih intensif menuju masyarakat yang lebih berliterasi.
 
Tapi betapa peliknya istilah literasi ini bagi kita. Padanannya yang tepat saja masih belum tuntas untuk kita sepakati.
 
Ada yang memadankan literasi sebagai keberaksaraan, melek aksara. Tapi itu rasanya tidak tepat, literasi bukan sekadar terkait melek aksara. Literasi bukan sekadar kemampuan baca tulis, tapi juga kemampuan memahami, menyampaikan, memecahkan masalah, menafsirkan.

Secara konvensional konsep literasi memang berarti keterampilan membaca, menulis dan berhitung. Maka, dulu literasi dulu selalu dikaitkan dengan banyaknya buku yang dibaca, di mana Indonesia dalam sebuah survei yang sering dikutip dinyatakan termasuk negara nomor pincit dalam hal jumlah buku yang dibaca penduduknya per tahun.

Riset PISA (2012) menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 60 dengan skor 396 dari total 65 peserta negara untuk kategori membaca. Dengan kata lain, Indonesia menurut riset ini termasuk negara yang kurang berliterasi, yang lalu dikaitkan dengan taraf kemajuan masyarakatnya karena literasi membuat orang berdaya, berkemampuan untuk terlibat secara penuh dalam masyarakat dan berkontribusi untuk meningkatkan taraf kehidupan.

Dalam perkembangannya, literasi kini dipahami sebagai cara untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, berkreasi dan berkomunikasi dalam dunia yang semakin digerakkan oleh media digital, berlimpah informasi dan cepat berubah.   


Kini kita sering menyandingkan "literasi" dengan kata lain, seperti literasi keuangan, literasi visual, literasi digital, literasi media, literasi informasi, literasi sains. Dalam penggunaan seperti ini, literasi dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk mendapatkan informasi dan memahami persoalan yang ada di masing-masing bidang tersebut. 

Kita bisa sebut misalnya kemampuan mampu membedakan antara hoax dan informasi yang benar dalam menggunakan media, mengetahui bagaimana menyampaikan dan menafsirkan pesan dari foto atau gambar, mampu menggunakan perangkat komunikasi digital dengan optimal untuk pembelajara.  Hal-hal semacam itu yang tercakup dalam pengertian berliterasi.
 
Lalu, mengapa kata literasi seperti tak ada padanannya dalam bahasa Indonesia? Apakah mungkin karena tidak tumbuh secara jumbuh dari budaya kita, atau mungkin kita bisa menemukannya dalam khazanah bahasa daerah. Saya masih belum mendapatkan jawaban untuk hal ini.

Senyampang itu, barangkali kita tak perlu mencari padanan dari dalam bahasa sendiri. Daripada artinya jadi menyempit atau meluas tanpa batas jelas. Serap saja istilah itu apa adanya: literasi, yang berakar dari bahasa latin literatus yang artinya orang yang belajar. 
 
Selamat Hari Literasi Dunia. Kita berharap dan berjuang agar dalam pengertian yang telah meluas ini, Indonesia tidak lagi termasuk negara urutan terbawah dalam soal literasi. 

Apa yang sudah kamu lakukan untuk meningkatkan literasi untuk diri sendiri dan orang lain di lingkunganmu?


Komentar

  1. Congratulations and semangat untuk literasi laju di indonesia 🇮🇩💪

    BalasHapus

Posting Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"