Sebut Nama Penerjemah di Kover
Mencantumkan nama penerjemah di sampul depan buku masih belum jadi kebiasaan di kalangan para penerbit. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain. Yang konsisten melakukan itu di sini antara lain adalah Moooi Pustaka, sebuah penerbit yang bermarkas di Yogyakarta.
Moooi Pustaka yang didirikan pada 2018, menerjemahkan karya sastra ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa aslinya. Debut pertama mereka adalah buku terjemahan Jepang, Angsa Liar karya Mori Ogai yang diterjemahkan oleh Ribeka Ota. Tiga belas buku yang telah diterbitkan Moooi sejak itu, semuanya mencantumkan nama penerjemah di sampul depan.
Beberapa penerbit lain sesekali melakukan itu, jika dipertimbangkan bahwa nama penerjemah dapat menambah daya tarik bagi pembaca, memberi jaminan mutu, dan pada akhirnya diharapkan meningkatkan penjualan. Misalnya, penerbit Marjin Kiri yang mencantumkan di sampul depan nama Ronny Agustinus sebagai penerjemah Sang Pengoceh karya Mario Varga Llosa. Penerbit KPG menuliskan nama Sapardi Djoko Damono di sampul depan buku terjemahan Daisy karya Henry James, dan nama penerjemah Nurul Hanafi di sampul depan terjemahan Makioka Sisters karya Junichiro Tanizaki dari penerbit Shira Media.
Penerbit Mizan, untuk buku terjemahan dari Wild Symphony karya Dan Brown, menuliskan di sampul depan nama penerjemah Djoko Lelono. Buku bergambar untuk anak ini berisi 20 puisi berima yang termasuk sulit untuk diterjemahkan. Menampilkan nama penerjemah di sampul depan diharapkan menjadi daya tarik tambahan karena beliau berhasil mengalihbahasakan puisi-puisi itu secara indah.
Selebihnya, nama penerjemah biasanya baru dapat ditemukan di halaman kolofon bersama nama-nama lain yang ikut terlibat di balik layar untuk melahirkan sebuah buku.
Tampaknya ini bakal segera berubah. Penulis-penulis yang tergabung dalam Author's Guild di London pada peringatan Hari Terjemahan Dunia tanggal 30 September lalu, mengeluarkan surat terbuka yang menginisiasi gerakan bertagar #TranslatorsOnTheCover. Di antara tuntutan mereka adalah memasukkan ke dalam kontrak pembelian hak terjemahan satu persyaratan baru bahwa nama penerjemah buku mereka dalam edisi apa pun harus dicantumkan di sampul depan.
Surat terbuka yang telah ditandatangani antara lain oleh Neil Gaiman, Philip Pullman, Olga Tokarczuk, Max Porter, dan Bernardine Evaristo itu menyatakan:
Sudah terlalu lama, kita
menganggap remeh penerjemah. Padahal berkat para penerjemahlah kita dapat
menikmati sastra dunia dulu dan kini.
Berkat para penerjemahlah kita
tidak menjadi kelompok-kelompok pembaca dan penulis yang terisolasi, yang
berbicara hanya di antara kita sendiri, yang hanya mendengar diri kita sendiri.
Penerjemah adalah darah
kehidupan dunia sastra dan perniagaan buku yang menopangnya. Mereka harus benar-benar diakui, dirayakan dan dihargai untuk ini.
Langkah pertama untuk melakukan ini tampaknya sudah jelas. Mulai sekarang kami
akan meminta, dalam setiap kontrak dan komunikasi kami, agar para penerbit
memastikan bahwa nama penerjemah muncul di sampul depan pada setiap
terjemahan atas karya-karya kami.
Saatnya menghargai penerjemah dengan mencantumkan namanya di sampul depan, bersanding dengan nama penulis aslinya. Memberi penghargaan yang lebih tinggi kepada para penerjemah dengan cara ini tidak menimbulkan beban tambahan apa pun bagi penerbit, apalagi jika itu telah menjadi persyaratan standar yang ditetapkan di dalam kontrak. Semoga dengan dicantumkannya nama penerjemah di sampul depan meningkat rasa tanggung jawab profesional para penerjemah dan penerbit untuk lebih menjaga kualitas buku terjemahan.
Bacaan Referensi:
Setujuh, bu Yuli! :)
BalasHapus