"Istanbul": Membingkai Kota Nostalgis

 


Istanbul kota penuh kenangan. Setiap kunjungan ke Istanbul terasa seperti sebuah perjalanan meninjau masa silam dalam kekinian. Sejarah terpatri di setiap sudut kota, dalam bangunan tua, menara, dinding batu, pasar, pakaian dan wajah-wajah penduduknya.

Dalam buku ini, Alex Webb, fotografer Magnum, menampilkan kemampuannya yang unik untuk memadukan gestur, warna, dan budaya dalam satu bingkai memikat. Webb menyajikan Istanbul sebagai pusat budaya perkotaan, kaya dengan pijar masa lalunya, tapi juga kota yang penuh dengan mall, mesin ATM, dan orang-orang tampil gaya dengan baju karya desainer ternama. 



Terletak menghadap selat Bosphorus, Istanbul adalah tempat di mana Timur benar-benar bertemu Barat, satu-satunya kota besar dengan kaki terdapat di dua benua. Menghubungkan Eropa dan Asia, pusat perdagangan yang banyak diperebutkan ini memiliki banyak nama: Byzantium, Nova Roma, Konstantinopel, dan beberapa lain.




Istanbul pernah menjadi ibu kota dua kerajaan paling kuat dalam sejarah - Bizantium dan Usmaniyah - dan sekarang berdiri sebagai kota terbesar dari sedikit negara Muslim sekuler di dunia, sebuah negara yang berharap untuk diakui sebagai bagian dari Uni Eropa. 

Banyak wanita di Istanbul yang turun ke jalan untuk memprotes hukum Islam tradisional mengenai hak-hak mereka, sementara sebagian lainnya memilih tetap mengenakan cadar dan setia pada masa lalu.

Webb mulai memotret Istanbul pada 1998, dan seketika takluk pada pesonanya: orang-orangnya, lapisan budaya dan sejarahnya, kekayaan kehidupan jalanannya. Tapi yang paling menarik baginya adalah cita rasa Istanbul sebagai kota perbatasan, yang terletak di antara Eropa dan Asia.  Sebagaimana yang diakuinya, "Selama 30-an tahun sebagai fotografer, saya tertarik dengan perbatasan, tempat di mana budaya bersatu, terkadang secara mulus, terkadang kasar." 



 

Alex Webb memiliki keunikan dalam kemampuannya membingkai banyak adegan kompleks yang terjadi bersamaan menjadi tampak memiliki satu rima, entah dalam gestur, warna,  pola dan bentuk. Foto-foto dalam buku ini menampakkan ketajaman visi seperti ini, menghasilkan rangkaian gambar yang mampu menyampaikan gambaran tentang ketegangan budaya dalam transisi, namun tetap berakar kuat dalam sejarah yang kompleks. 

Pengantar yang ditulis oleh novelis Turki pemenang Hadiah Nobel, Orhan Pamuk, menambah nilai dan daya tarik buku ini. 






Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"