Mentalitas Berkebun
Photo by Sandie Clarke on Unsplash |
Berkebun sesungguhnya hal yang menyenangkan. Saya selalu mendapatkan kegembiraan kecil menyaksikan daun dan putik baru menyembul di antara rerimbunan, tunas-tunas kecil menyapa merekahkan tanah.
Berkebun adalah sebuah keajaiban. Sesuatu yang telah kita lupa, tidak pernah dilupakan oleh tanah yang menyimpan benih. Biji yang tak sengaja dilempar ke halaman, beberapa waktu kemudian menjelma tanaman semangka atau pepaya.
Berkebun memberi kesegaran. Ketika udara pagi masih sejuk, saya suka menyempatkan untuk menghirup wangi melati dan daun kemangi. Embun melapisi daun dengan kilau yang menyegarkan menjadi saat-saat yang paling asyik untuk memotret tanaman.
Buat saya yang bukan seorang profesional dalam soal tanam-tanaman, bukan petani yang setiap hari mengurusi berbagai tanaman, atau pekerja yang berurusan dengan berbagai tetumbuhan, kegiatan berkebun sesekali menjadi penghiburan, memberi variasi menyenangkan.
Photo by Markus Spiske on Unsplash |
Tapi saya bukan jenis yang bertangan dingin. Rentang waktu keberhasilan saya menumbuhkan tanaman biasanya tidak panjang. Satu musim sampai sekelompok bunga bermekaran, satu musim sampai rerimbunan daun menghijau dari tanaman mint. Setelah itu, kesuksesan yang sama jarang saya dapat saya ulangi. Membiakkan tanaman pun jarang yang berhasil, sehingga siklus keberhasilan penanaman jarang berulang kembali.
Konsistensi, ketelatenan. Barangkali itu yang kurang saya miliki dalam mengurusi tanaman. Bergelut dengan tanaman membutuhkan konsistensi perhatian dalam jangka panjang, kemauan untuk memberi waktu dan perawatan setiap hari secara teratur. Ada aturannya. Ada periodenya. Memperlakukan tanaman bukanlah perlakukan yang random. Hal-hal khusus harus diulangi dengan cara yang sama.
Ada jenis tanaman yang harus diairi sekali seminggu, jangan jadi tiap hari. Yang harus dipetiki daunnya supaya menumbuhkan tunas daun baru, jangan terlewatkan ketika waktunya tiba. Yang harusnya diberi pupuk sekali sebulan, jangan kelupaan.
Konsistensi seperti itu yang selalu terlewatkan oleh saya, yang pergerakan kegiatan hariannya tidak sehingga berpusat pada soal tanaman. Akibatnya kualitas hidup tanaman saya kian lama kian buruk dan akhirnya mereka mati, tidak lagi memberikan kegembiraan yang pernah diberikannya semula.
Berkebun bisa jadi merupakan cerminan mental. Walau dengan segala kesenangan yang saya dapatkan darinya, berkebun tampaknya bukan kegiatan yang punya kesesuaian dengan mentalitas saya, yang suka menikmati hasil, tapi sulit untuk menjalankan prosesnya.
Namun demikian, saya tetap menyukai tanaman. Saya tetap mencoba menanam tanaman baru, menumbuhkan bunga-bunga di halaman, di dalam pot, di luar dan di dalam ruangan. Berharap lama-kelamaan, saya mengembangkan pemahaman yang lebih baik, mengerti dengan lebih baik apa yang dimaui tanaman-tanaman.
Komentar
Posting Komentar