Akhir adalah Sebuah Awal

 


Penghujung tahun ini akan menandai berakhirnya sebuah babak penting dalam perjalanan karier saya. Saya akan pensiun per 31 Desember 2024. Pensiun dari pekerjaan yang sudah saya geluti sejak 1994 (dengan jeda pada 2000-2010). 

Penerbit Mizan adalah satu-satunya tempat kerja saya sejak lulus kuliah hingga hari ini. Perusahaan  ini menjadi satu-satunya referensi pribadi saya tentang pengalaman bekerja di kantor. Selama tiga dekade saya tidak pernah pindah kerja, tidak pernah "ngantor" di tempat lain. Kantor yang telah menjadi seperti rumah kedua bagi saya. Yang orang-orangnya telah menjadi keluarga kedua dan sahabat-sahabat dekat saya. 

Menjelang momen itu tiba, lumrah jika saya terdorong untuk melihat kembali ke lintasan peristiwa yang telah saya lalui bersama Mizan. Mengingat kembali diri saya yang tiga puluh tahun lebih muda itu, pertama kali berjalan masuk ke dalam ruang kerja yang sederhana, di sebuah rumah-kantor berlantai dua di Jalan Yodkali, Bandung. Meja-meja kerja tersusun berdampingan. Lembar-lembar kertas bertumpuk di atasnya. Berjilid-jilid buku berjejer di rak sepanjang dinding. Spidol merah meninggalkan noda di ujung-ujung jari pada penghujung hari. 

Ternyata saya merasa sangat betah di tengahnya. Aksara-aksara itu mengantarkan saya masuk ke dalam lorong waktu, bertemu beragam pikiran dan imajinasi manusia. Memperbaiki kalimat dan pilihan kata, agar pesan tersampaikan dengan jelas dan nyaman bagi pembaca. Buku pertama yang saya edit adalah edisi Indonesia Orientalism karya Edward Said. Berlanjut dengan buku-buku wacana serius seputar ilmu sosial keagamaan yang menjadi kesukaan pembaca Mizan era 1990-an. Sebuah pembelokan tajam dari latar belakang saya sebagai alumni Geodesi ITB.

Tapi, betapa saya sangat menyukai pertarungan mental sebagai penerjemah dan penyunting itu. Saya menggelutinya dengan dedikasi yang pernah mengantarkan saya meraih penghargaan sebagai Penerjemah Terbaik dari IKAPI pada 2013, dan berbagai  pujian atas buku yang saya terjemahkan atau saya edit. Pekerjaan ini juga mengantarkan saya berkunjung ke berbagai pameran buku internasional: Frankfurt, Bologna, Tokyo, Beijing, Seoul, Abu Dhabi, Istanbul, New Delhi, Sharjah, Gualadajara. Bertemu muka penulis besar macam Karen Armstrong, Orhan Pamuk, Markus Zusak, dan Mario Vargas Llosa.


Stand Indonesia di Bologna Children's Book Fair 2017


Waktu berlalu cepat. Kini, perjalanan panjang itu akan segera mencapai ujungnya, bukan sebagai akhir, melainkan sebuah gerbang menuju babak baru yang penuh kemungkinan.

Masa pensiun tiba. Harusnya Juli 2025, tapi saya ingin mempercepatnya. Ibarat naik kereta, saya merasa sudah sampai di stasiun perhentian saya. Kereta akan terus melanjutkan perjalanannya, tapi saya ingin segera turun di sini, Desember 2024, untuk melanjutkan langkah ke arah yang berbeda.  

Memasuki masa pensiun memunculkan banyak pertanyaan di dalam diri saya. Apa arti sebuah perjalanan yang tak lagi terikat jadwal dan tanggung jawab rutin? Bagaimana mengisi hari tanpa agenda rapat atau tenggat? Namun, semakin saya memikirkannya, semakin saya menyadari bahwa pensiun bukanlah tentang "berhenti." Ini tentang membuka ruang baru untuk hidup yang lebih berwarna.


Bersama para mahasiswa UIN yang datang ke kantor untuk wawancara tugas kuliah Jurnalisme Sastrawi, 23 November 2024

Ini adalah kesempatan untuk melambat sejenak, mengamati dunia dari sudut pandang  berbeda. Tidak ada lagi rutinitas pagi yang tergesa-gesa atau hiruk pikuk pekerjaan yang menyita perhatian. Tidak lagi berhadapan dengan kemacetan yang justru harus ditembus pada jam-jam tersibuk  jalan raya kota. 

Sebagai gantinya, ada pagi-pagi tenang untuk menikmati secangkir kopi sambil mendengarkan kicau burung. Ada waktu untuk mengeksplorasi hobi lama yang terabaikan. Ada ruang untuk menyusun mimpi-mimpi baru yang lebih pribadi. Lebih banyak waktu bisa dicurahkan untuk pekerjaan sampingan saya sebagai AI trainer. Dan, lebih banyak waktu untuk memantau dan menumbuhkan investasi di pasar modal.

Pensiun adalah sebuah akhir sekaligus awal yang baru. Saya menyambutnya dengan kegairahan menyambut sesuatu yang sudah ditunggu-tunggu. Kita biasanya takut pada sesuatu yang tidak kita ketahui, merasa aman ketika berada dalam kepastian. Masa kerja dengan ritme dan rutinitas yang pasti telah memberikan rasa aman. Masa pensiun yang belum ketahuan struktur dan ritmenya bisa menimbulkan kecemasan. Saya tidak memungkiri kecemasan itu ada. 

Tapi, saya percaya, setiap perjalanan hidup memiliki musimnya. Masa pensiun ini adalah musim yang mengundang saya untuk menghargai kelimpahan waktu dan kebebasan, menumbuhkan rasa syukur, dan memperkuat makna dari apa yang telah saya capai. Ia juga menjadi pengingat bahwa hidup tidak diukur dari seberapa sibuknya kita, melainkan dari seberapa besar kita menghargai setiap momen yang ada.

Hari ini, saya memilih untuk merangkul hangat perubahan, siap untuk menjalani hari-hari dengan cara yang lebih simpel, lebih lambat, namun lebih kaya warna. Banyak waktu untuk menjalankan hobi, banyak waktu untuk disumbangkan bagi kegiatan sosial, membangun portofolio, belajar bahasa dan keterampilan baru, mengunjungi tempat-tempat yang selama ini telah masuk wish list. Rencana-rencana yang menanti untuk dicentang "done"

Itulah arti pensiun bagi saya. Menuliskannya di sini adalah sebentuk afirmasi tentang makna yang ingin saya lekatkan padanya. Satu babak lagi telah diselesaikan. Selanjutnya, menghargai apa yang sudah dibangun, merawat apa yang diperlukan untuk melangkah ke depan.


“My mission in life is not merely to survive, but to thrive; and to do so with some passion, some compassion, some humor, and some style.”--Maya Angelou


Komentar

  1. Haidar Bagir9:09 PM

    Maa syaa' Allaah. I can not agree more. Go, go, go, Yuliani. Even faster - or, slower, I should say, albeit not less productive, if not more. You have been great, and will be even greater. Having you in our support system, is like findings a strong shaft to lean on. You and the rest. Always wish you tons of luck with your new life trajectory. Allah helps...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya selalu bersyukur dan bangga sudah menjadi bagian dari Mizan. Selamanya begitu. Terima kasih banyak sekali untuk semua kebaikan, teladan dan inspirasi dari Mas Haidar. Mohon maaf untuk kekurangan dan kesalahan saya. Sering saya merasa masih kurang maksinal dalam bekerja. Doa terbaik untuk Mizan dalam perjalanan seterusnya.

      Hapus

Posting Komentar

Populer

Khaled Hosseini: Membebaskan Emosi Melalui Novel

Tiga Penyair Membuka Jaktent

"Memento Vivere"