Postingan

Menampilkan postingan dengan label bandung

Nengsih: Kisah Lara dari Cimenyan

Gambar
  Nengsih di kebun di halaman rumahnya. Cikored, 27 September 2020 Nama saya Nengsih.   Umur 27 tahun. Saya sedang pusing dengan sebuah masalah.  Anak pertama saya, Desi, sebentar lagi berusia sama seperti saya ketika pertama kali dikawinkan. Ya, kini dia 12 tahun. Dia tampak makin cantik. Sekarang sudah pintar berdandan. Tidak lagi kucel dan kumal seperti waktu masih kecil. Dulu saya memang tak sempat merawat anak-anak dengan baik.   Pagi-pagi sebelum mereka bangun, saya sudah harus pergi keluar rumah mencari rumput untuk makanan ternak. Kami sekeluarga bekerja merumput domba milik orang lain yang menitipkan dan dari situ kami mendapatkan bagi hasil. Saya harus mengurus domba, karena kalau tidak, dombanya bisa sakit dan kurus. Hanya itu yang bisa saya lakukan untuk mencari nafkah sejak saya ditinggal suami.   Nengsih, Desi dan Gunawan. Curug Batutemplek, 23 September 2018 Dulu sebelum tahun 2018, saat bersama suami, penghasilannya juga tidak mencukupi sehin...

Pagi Peripatetik

Gambar
Kita akan berjalan kaki. Hanya berjalan kaki. Kita akan nikmati jalan kaki kita  tanpa berpikir akan tiba di mana. (Thich Nhat Hanh)  Bandung, 28 Sept 2019 Pagi datang. Matahari masih rendah di ufuk. Jalanan tampak redup dan sepi. Bayangan panjang jatuh di depan saat saya mulai berjalan. Lintasan pikiran acak muncul dalam kepala seiring saya mengambil langkah pertama. Mungkin sudah ribuan kali saya melewati jalan ini, tapi pagi tak pernah gagal membuat semua tampak baru. Hari ini meneruskan jejak hari kemarin, sekaligus menyuguhkan kebaruan, spontanitas dan kebetulan yang tak pernah kita tahu. Saya menghirup napas dalam-dalam, siap menyaksikan semua yang akan terorkestrasi sepanjang jalan dari saat ke saat. Sebentar lagi aktivitas mulai menggeliat. Dimulai dari warung-warung tenda di tepi jalan itu. Sudah bertahun-tahun mereka menempati lokasi yang sama, buka pada jam yang sama dengan urutan kegiatan yang tak berbeda setiap hari. Pelanggan satu per satu datang, mengant...

Pintu dan Jendela

Gambar
“I feel very adventurous. There are so many doors to be opened, and I'm not afraid to look behind them.” ― Elizabeth Taylor Pintu dan jendela menyiratkan keterbukaan. Masuklah. Lihatlah ke dalam. Dengan pintu, garis batas bisa dilewati. Kau bisa melihat apa yang ada di balik dinding. Kau masuk dan menjadi bagian dari kami. Tak perlu ragu. Pintu kami terbuka. Dari balik jendela, kau bisa tahu kami ada. Seoul, Korea Selatan Abu Dhabi, UAE Frankfurt, Jerman Frankfurt, Jerman “Be an opener of doors” ― Ralph Waldo Emerson Heiderberg, Jerman Bologna. Italia San Marino “A very little key will open a very heavy door.”  ― Charles Dickens Bandung Beijing, China Bandung “Avoid those who seek friends in order to maintain a certain social status or to open doors they would not otherwise be able to approach.” ― Paulo Coelho Sukabumi Sukabumi Beijing Melaka, Malaysia “What broke your heart so ba...

Berjalan di Hutan

Gambar
Pikiran kita sering terpaku pada apa-apa yang mengganggu. Bergumul dengan khawatir dan prasangka. Tenggelam dalam lorong gelap pikiran kita. Hilang kontak dengan sisi diri kita yang lebih terang. Saat berjalan di dalam hutan, kita terpukau melihat indahnya cahaya di antara pepohonan; sinar matahari lembut tersaring oleh dahan dan dedaunan. Kita mulai memperhatikan detail: monyet-monyet bergantungan di batang pohon, burung berlompatan di dahan. Kita mulai melihat bentuk dan warna daun yang berbeda, ada yang runcing, bulat, lebar, sempit, hijau gelap atau agak merah. Kita jeda sejenak untuk melihat tanaman yang merambat di tanah—menyingkirkan dahan-dahan patah, buah-buah pinus, dan tumpukan daun kering, menemukan kumbang, cacing, ulat dan siput. Saat kita mulai menaruh perhatian, alam seperti tersibak di hadapan kita. Lihat, seekor semut sedang memulai petualangan meniti ranting; putik di sebatang pohon sedang melalui proses menjadi bunga; seekor kupu-kupu sedang mengembangkan sa...

Beragama dengan Santai: Mimbar Selasar 2019

Gambar
Mimbar Selasar semalam penuh. Ada anak-anak muda, para mahasiswa, orang-orang tua, para suster dan ibu-bapak dari lingkaran pertemanan seniman elite Bandung. Semua antusias ingin menyimak dua perempuan cerdas Sakdiyah Ma’ruf dan Yenny Wahid. Pusing dan masuk angin yang mengganggu saya dalam perjalanan menuju Selasar Sunaryo perlahan larut dalam tawa saat mendengarkan penuturan stand-up comedian Sakdiyah Ma’ruf. Humornya getir mengajak kita mengkritisi dan menertawakan diri sendiri. Dia melempar humor tentang sikap beragama yang makin mengeras belakangan ini terutama di kelompok anak muda, tentang   kehidupan kelompok kaum muslim ekstrem yang intoleran dan tentang isu-isu perempuan. Datang dari latar belakang keluarga keturunan Arab, kritiknya tentang tradisi di kalangannya sendiri pun tak kalah sengit. Hadirin tergelak dan terangguk-angguk, humornya membuat kritik lebih mudah diterima dan membukakan mata. M elalui humor banyak pesan yang bisa disampaikan jauh lebih e...