Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerpen

Kesaksian yang Terlambat

Gambar
Setiap kali aku membaca lagi karanganku, yang pernah menjuarai lomba mengarang tingkat sekolah menengah itu, aku merasa sakit perut. Seandainya mereka tahu, mereka tentu akan membatalkan predikat juara itu padaku. Seandainya mereka tahu, tentu takkan pernah mereka meminta aku untuk jadi tutor bagi anak-anak kelas satu. Tapi aku tak ingin merusak gambaran yang ada di benak mereka tentang diriku, mereka bilang aku seorang pengarang berbakat. Aku ingin bisa menghapus apa yang ada di dalam benakku berkaitan dengan satu karangan itu.

Mencari Marwan

Gambar
Malam telah larut. Semua orang sudah meninggalkan kafe itu kecuali seorang lelaki tua yang tampak begitu larut dalam pikirannya. Kepalanya tertunduk, satu tangannya menyapu bagian belakang kepalanya. Mungkin dia mengantuk, tapi tak ingin pulang, menghindari berhadapan kesepian, atau mungkin dia sedang sedih karena kehilangan anggota keluarga dalam sebuah musibah? Aku hanya bisa menebak.

Merah

Malam ini aku mengenakan pakaian berwarna merah. Ini bukan suatu yang luar biasa jika merah adalah warna kesukaanku. Tapi tidak, merah sesungguhnya adalah warna yang paling kubenci, sejak dulu. Tak pernah sekali pun aku mengenakan warna merah pada bagian mana pun dari tubuhku, bahkan untuk lipstik aku selalu memilih rona warna ungu. Sepatu kesukaanku selalu berwarna putih, dan tas tangan tak pernah berpindah dari warna kuning. Merah adalah musuhku. Ketika berusia sepuluh tahun, aku melihat warna merah darah di leher abangku. Seorang preman menusukkan pisau ke bagian tubuhnya yang paling genting itu setelah mereka adu mulut tentang seekor anjing yang lewat di depan warung tuak. Mereka sedang mabuk. Tak ada yang melerai mereka berkelahi, hari sudah larut malam. Tak ada orang lain yang tahu kecuali aku yang sedang duduk di teras rumahku yang tak terlalu jauh dari situ. Tirai depan warung tuak itu pun berwarna merah. Mereka tak pernah mengganti warna itu sekalipun musim mengecat menjelang...